TRENDING NOW







Daripada menuntut terus persamaan gender, mending setiap wanita berusaha memiliki 8 sifat wanita terbaik berikut ini.
1- Menutup Aurat
Wanita terbaik itu menutup auratnya. Aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan, menurut pendapat terkuat di antara pendapat para ulama.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya  ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab: 59).
Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur: 31).
Baca selengkapnya tentang Kaos Dakwah
2- Berbusana dengan Memenuhi Syarat Pakaian yang Syar’i
Wanita yang menjadi idaman sepatutnya memenuhi beberapa kriteria berbusana berikut ini yang kami sarikan dari berbagai dalil Al Qur’an dan As Sunnah.
Syarat pertama: Menutupi seluruh tubuh (termasuk kaki) kecuali wajah dan telapak tangan.Syarat kedua: Bukan memakai pakaian untuk berhias diri.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33).
Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”
Syarat ketiga: Longgar, tidak ketat dan tidak tipis sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.
Syarat keempat:  Tidak diberi wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Syarat kelima: Tidak menyerupai pakaian pria atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
لَعَنَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ
Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Bukhari no. 6834)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”.(HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Inilah di antara beberapa syarat pakaian wanita yang harus dipenuhi. Inilah wanita yang pantas dijadikan kriteria.
Baca selengkapnya tentang Hijab Muslimah
3- Betah Tinggal di Rumah
Di antara yang diteladankan oleh para wanita salaf yang shalihah adalah betah berada di rumah dan bersungguh-sungguh menghindari laki-laki serta tidak keluar rumah kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Hal ini dengan tujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari godaan wanita yang merupakan godaan terbesar bagi laki-laki.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).
Ibnu Katsir ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Hendaklah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian keluar rumah kecuali karena ada kebutuhan”.
Disebutkan bahwa ada orang yang bertanya kepada Saudah -istri Rasulullah-, “Mengapa engkau tidak berhaji dan berumrah sebagaimana yang dilakukan oleh saudari-saudarimu (yaitu para istri Nabi yang lain, pent)?” Jawaban beliau, “Aku sudah pernah berhaji dan berumrah, sedangkan Allah memerintahkan aku untuk tinggal di dalam rumah”. Perawi mengatakan, “Demi Allah, beliau tidak pernah keluar dari pintu rumahnya kecuali ketika jenazahnya dikeluarkan untuk dimakamkan”. Sungguh moga Allah ridha kepadanya.
Ibnul ‘Arabi bercerita, “Aku sudah pernah memasuki lebih dari seribu perkampungan namun aku tidak menjumpai perempuan yang lebih terhormat dan terjaga melebihi perempuan di daerah Napolis, Palestina, tempat Nabi Ibrahim dilempar ke dalam api. Selama aku tinggal di sana aku tidak pernah melihat perempuan di jalan saat siang hari kecuali pada hari Jumat. Pada hari itu para perempuan pergi ke masjid untuk ikut shalat Jumat sampai masjid penuh dengan para perempuan. Begitu shalat Jumat berakhir mereka segera pulang ke rumah mereka masing-masing dan aku tidak melihat satupun perempuan hingga hari Jumat berikutnya”.
Dari Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِهَا اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ فَتَقُولُ: مَا رَآنِي أَحَدٌ إِلا أَعْجَبْتُهُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ إِلَى اللَّهِ إِذَا كَانَتْ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا”
Sesungguhnya perempuan itu aurat. Jika dia keluar rumah maka setan menyambutnya. Keadaan perempuan yang paling dekat dengan wajah Allah adalah ketika dia berada di dalam rumahnya”. (HR Ibnu Khuzaimah no. 1685. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak halal bagi seorang istri keluar dari rumah kecuali dengan izin suaminya.” Beliau juga berkata, “Bila si istri keluar rumah suami tanpa izinnya berarti ia telah berbuat nusyuz (pembangkangan), bermaksiat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, serta pantas mendapatkan siksa.” (Majmu’ Al-Fatawa, 32: 281)
Baca selengkapnya tentang Baju Muslim Muslimah
4- Memiliki Sifat Malu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ
Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.” (HR. Bukhari no. 6117 dan Muslim no. 37, dari ‘Imron bin Hushain.)
Kriteria ini juga semestinya ada pada setiap wanita. Contohnya adalah ketika bergaul dengan pria. Wanita yang baik seharusnya memiliki sifat malu yang sangat. Cobalah perhatikan contoh yang bagus dari wanita di zaman Nabi Musa ‘alaihis salam. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23) فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ (24)
Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya.” (QS. Qashash: 23-24). Lihatlah bagaimana bagusnya sifat kedua wanita ini, mereka malu berdesak-desakan dengan kaum lelaki untuk meminumkan ternaknya. Namun coba bayangkan dengan wanita di zaman sekarang ini!
Tidak cukup sampai di situ kebagusan akhlaq kedua wanita tersebut. Lihatlah bagaimana sifat mereka tatkala datang untuk memanggil Musa ‘alaihis salaam; Allah melanjutkan firman-Nya,
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan penuh rasa malu, ia berkata, ‘Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.‘” (QS. Al Qashash : 25)
Ayat yang mulia ini,menjelaskan bagaimana seharusnya kaum wanita berakhlaq dan bersifat malu. Allah menyifati gadis wanita yang mulia ini dengan cara jalannya yang penuh dengan rasa malu dan terhormat.
Amirul Mukminin Umar bin Khoththob rodiyallohu ‘anhu mengatakan, “Gadis itu menemui Musa ‘alaihis salaam dengan pakaian yang tertutup rapat, menutupi wajahnya.” Sanad riwayat ini shahih.
Baca selengkapnya tentang Baju Muslim Muslimah
5- Taat dan Menyenangkan Hati Suami
Istri yang taat pada suami, senang dipandang dan tidak membangkang yang membuat suami benci, itulah sebaik-baik wanita. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Begitu pula tempat seorang wanita di surga ataukah di neraka dilihat dari sikapnya terhadap suaminya, apakah ia taat ataukah durhaka.
Al Hushoin bin Mihshan menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya,
أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ. قَالَ: فَانْظُرِيْ أينَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
“Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab, “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?”, tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi. Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad 4: 341 dan selainnya. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1933)
Baca selengkapnya tentang Hijab Style Muslimah
6- Menjaga Kehormatan, Anak dan Harta Suami
Allah Ta’ala berfirman,
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada” (QS. An Nisa’: 34).
Ath Thobari mengatakan dalam kitab tafsirnya (6: 692), “Wanita tersebut menjaga dirinya ketika tidak ada suaminya, juga ia menjaga kemaluan dan harta suami. Di samping itu, ia wajib menjaga hak Allah dan hak selain itu.”
7- Bersyukur dengan Pemberian Suami
Seorang istri harus pandai-pandai berterima kasih kepada suaminya atas semua yang telah diberikan suaminya kepadanya. Bila tidak, si istri akan berhadapan dengan ancaman neraka Allah Ta’ala.
Seselesainya dari shalat Kusuf (shalat Gerhana), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda menceritakan surga dan neraka yang diperlihatkan kepada beliau ketika shalat,
وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ. قَالُوا: لِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَََحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari no. 5197 dan Muslim no. 907). Lihatlah bagaimana kekufuran si wanita cuma karena melihat kekurangan suami sekali saja, padahal banyak kebaikan lainnya yang diberi. Hujan setahun seakan-akan terhapus dengan kemarau sehari.
8- Berdandan dan Berhias Diri Hanya Spesial untuk Suami
Sebagian istri saat ini di hadapan suami bergaya seperti tentara, berbau arang (alias: dapur) dan jarang mau berhias diri. Namun ketika keluar rumah, ia keluar bagai bidadari. Ini sungguh terbalik. Seharusnya di dalam rumah, ia berusaha menyenangkan suami. Demikianlah yang dinamakan sebaik-baik wanita.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Semoga bermanfaat bagi setiap wanita. Moga Allah memberi taufik untuk mengamalkannya.
Wanita adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Subhaanahu wata’ala yang mulia. Karakteristik wanita berbeda dari laki-laki dalam beberapa hukum misalnya aurat wanita berbeda dari aurat laki-laki. Wanita memiliki kedudukan yang sangat agung dalam islam. Islam sangat menjaga harkat, martabat seorang wanita. Wanita yang mulia dalam islam adalah wanita muslimah yang sholihah.
Baca selengkapnya tentang Hijab Fashion Muslimah
Ciri-ciri Wanita Solehah (Wanita Idaman)
Wanita adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Subhaanahu wata’ala yang mulia. Karakteristik wanita berbeda dari laki-laki dalam beberapa hukum misalnya aurat wanita berbeda dari aurat laki-laki. Wanita memiliki kedudukan yang sangat agung dalam islam. Islam sangat menjaga harkat, martabat seorang wanita. Wanita yang mulia dalam islam adalah wanita muslimah yang sholihah.

Wanita muslimah tidak cukup hanya dengan muslimah saja, tetapi haruslah wanita muslimah yang sholihah karena banyak wanita muslimah yang tidak sholihah. Allah Subhaanahu wata’ala sangat memuji wanita muslimah, mu’minah yang sabar dan khusyu’. Bahkan Allah Subhaanahu wata’ala mensifati mereka sebagai para pemelihara yang taat. Allah Subhaanahu wata’ala berfirman:


Artinya: “Maka wanita yang sholihah adalah yang taat, lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah menjaga mereka.” (QS. An Nisa’:34)


Wanita shalihah adalah idaman setiap orang. Harta yang paling berharga, sebaik-baik perhiasan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya: ”Dunia seluruhnya adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang sholihah.


Alangkah indahnya jika setiap muslimah menjadi wanita yang sholihah, idaman setiap suami. Oleh karenanya seyogyanya setiap wanita bersegera untuk memperbaiki diri dan akhlaqnya agar menjadi wanita yang sholihah. Oleh karena itu kita harus mengetahui sifat dan ciri-ciri wanita sholehah, di antaranya:


1. Pertama

Wanita muslimah adalah wanita yang beriman bahwa Allah Subhaanahu wata’ala adalah Rabbnya, dan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah nabi-Nya, serta islam pedoman hidupnya. Dampak itu semua nampak jelas dalam perkataan, perbuatan, dan amalannya. Dia akan menjauhi apa-apa yang menyebabkan murka Allah, takut dengan siksa-Nya yang teramat pedih, dan tidak menyimpang dari aturan-Nya.



Baca selengkapnya tentang Busana Muslim Muslimah
2. Kedua

Wanita muslimah selalu menjaga sholat lima waktu dengan wudlu’nya, khusyu’ dalam menunaikannya, dan mendirikan sholat tepat pada waktunya, sehingga tidak ada sesuatupun yang menyibukkannya dari sholat itu. Tidak ada sesuatupun yang melalaikan dari beribadah kepada Allah Subhaanahu wata’ala sehingga nampak jelas padanya buah sholat itu. Sebab sholat itu mencegah perbuatan keji dan munkar serta benteng dari perbuatan maksiat.

3. Ketiga

Wanita muslimah adalah yang menjaga jilbabnya dengan rasa senang hati. Sehingga dia tidak keluar kecuali dalam keadaan berjilbab rapi, mencari perlindungan Allah dan bersyukur kepadaNya atas kehormatan yang diberikan dengan adanya hukum jilbab ini, dimana Allah Subhaanahu wata’ala menginginkan kesucian baginya dengan jilbab tersebut. Allah berfirman:


Artinya: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab:59)


4. Keempat

Wanita muslimah selalu menjaga ketaatan kepada suaminya, seiya sekata, sayang kepadanya, mengajaknya kepada kebaikan, menasihatinya, memelihara kesejahteraannya, tidak mengeraskan suara dan perkataan kepadanya, serta tidak menyakiti hatinya.


Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:



إذا صلحت المرأة خمسها وصامت شهرها وأطاعت زوجهادخلت جنّة ربّها (رواه أحمد وطبراني)



5. Kelima

Wanita muslimah adalah wanita yang mendidik anak-anaknya untuk taat kepada Allah Subhaanahu wata’ala, mengajarkan kepada mereka aqidah yang benar, menanamkan ke dalam hati mereka perasaan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menjauhkan mereka dari segala jenis kemaksiatan dan perilaku tercela.



Allah berfirman, artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim:6)

Baca selengkapnya tentang Model Baju Batik Muslimah
6. Keenam

Wanita muslimah tidak berkhalwat (berduaan) dengan laki-laki bukan mahramnya.


Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya: “Tidaklah seorang wanita itu berkhalwat dengan seorang laki-laki, kecuali setan menjadi pihak ketiganya” (Riwayat Ahmad)


Dia dilarang bepergian jauh kecuali dengan mahramnya, sebagaimana pula dia tidak boleh menghadiri pasar-pasar dan tempat-tempat umum kecuali karena mendesak. Itupun harus berjilbab. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:


Artinya: “Seorang wanita dilarang mengadakan suatu perjalanan sejarak sehari semalam keculai disertai mahramnya” (Mutafaq Alaih)


Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya: “Diizinkan bagi kalian keluar rumah untuk keperluan kalian (wanita)” (Mutafaq Alaih)


7. Ketujuh

Wanita muslimah adalah wanita yang tidak menyerupai laki-laki dalam hal-hal khusus yang menjadi ciri-ciri mereka.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya: “Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita-wanita yang menyerupai laki-laki”


Juga tidak menyerupai wanita-wanita kafir dalam hal-hal yang menjadi ciri khusus mereka, baik berupa pakaian, maupun gerak-gerik dan tingkah laku. 

Baca selengkapnya tentang Gamis Modern Muslimah


8. Kedelapan

Wanita muslimah selalu menyeru ke jalan Allah di kalangan wanita dengan kata-kata yang baik, baik berkunjung kepadanya, berhubungan telepon dengan saudara-saudaranya, maupun dengan sms. Di samping itu, dia mengamalkan apa yang dikatakannya serta berusaha untuk menyelamatkan diri dan keluarganya dari siksa Allah. 

9. Kesembilan

Wanita muslimah selalu menjaga hatinya dari syubhat maupun syahwat. Memelihara matanya dari memandang yang haram. Allah Subhaanahu wata’ala berfirman:


Artinya : “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nur: 31)


Menjaga farjinya, memelihara telinganya dari mendengarkan nyanyian dan perbuatan dosa. Memelihara semua anggota tubuhnya dari penyelewengan. Ketahuilah yang demikian itu adalah takwa. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:



Baca selengkapnya tentang Model Baju Muslimah
10. Kesepuluh

Wanita muslimah selalu menjaga waktunya agar tidak terbuang sia-sia,baik siang hari atau malamnya. Maka dia menjauhkan diri dari ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), mencaci dan hal lain yang tidak berguna.

Artinya: “Janganlah kalian saling dengki, saling membenci, saling mencari kesalahan dan bersaing dalam penawaran, namun jadilah hamba-hamba Allah yang bersatu” (Riwayat Muslim)

Artinya: “Mencaci seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran” (Mutaffaq Alaih)


Allah Subhaanahu wata’ala berfirman, artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat:12)

Wanita muslimah tidak cukup hanya dengan muslimah saja, tetapi haruslah wanita muslimah yang sholihah karena banyak wanita muslimah yang tidak sholihah. Allah Subhaanahu wata’ala sangat memuji wanita muslimah, mu’minah yang sabar dan khusyu’. Bahkan Allah Subhaanahu wata’ala mensifati mereka sebagai para pemelihara yang taat. Allah Subhaanahu wata’ala berfirman:


Artinya: “Maka wanita yang sholihah adalah yang taat, lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah menjaga mereka.” (QS. An Nisa’:34)


Wanita shalihah adalah idaman setiap orang. Harta yang paling berharga, sebaik-baik perhiasan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya: ”Dunia seluruhnya adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang sholihah.”

Dari berbagai sumber Ghirah.com
Anda ingin mengetahui tentang INTERNET MARKETING 

Anda juga ingin tahu tentang BISNIS ONLINE yang sedang di pelajari oleh sebagian kita.


kaos-nasehatKAOS NASEHAT : Kata “nasehat” berasal dari bahasa arab, dari kata kerja “Nashaha” yang berarti “khalasha”, yaitu murni serta bersih dari segala kotoran, juga bisa berarti “Khaatha”, yaitu menjahit. [1]
Imam Ibnu Rajab rahimahullah menukil ucapan Imam Khaththabi rahimahullah, “Nasehat itu adalah suatu kata untuk menerangkan satu pengertian, yaitu keinginan kebaikan bagi yang dinasehati.”[2]
Imam Khaththabi rahimahullah menjelaskan arti kata “nashaha” sebagaimana dinukil oleh Imam Nawawi rahimahullah, “Dikatakan bahwa “nashaha” diambil dari “nashahtu al-‘asla”, apabila saya menyaring madu agar terpisah dari lilinnya sehingga menjadi murni dan bersih, mereka mengumpamakan pemilihan kata-kata agar tidak berbuat kesalahan dengan penyaringan madu agar tidak bercampur dengan lilinnya.
Dan dikatakan kata “nasehat” berasal dari “nashaha ar-rajulu tsaubahu” (orang itu menjahit pakaiannya), apabila dia menjahitnya, maka mereka mengumpamakan perbuatan penasehat yang selalu menginginkan kebaikan orang yang dinasehatinya dengan jalan memperbaiki pakaiannya yang robek.”[3]
Arti ucapan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam “Dien itu adalah nasehat” adalah bahwa nasehat itu merupakan tiang serta tonggak dari dien ini sebagaimana sabda beliau, “Haji itu adalah Arafah,” [4]
maksudnya wuquf di Arafah merupakan tiang serta rukun dari ibadah haji.
Al-Imam Muhammad bin Nashr Al-Marwazi rahimahullah (wafat tahun 394H) berkata dalam kitabnya Ta’dzimu Qadri As-Shalat mengenai arti nasehat kepada Allah.
“Sebagian ahli ilmu berkata: Penjelasan arti nasehat secara lengkap adalah perhatian hati terhadap yang dinasehati siapa pun dia, dan nasehat tersebut hukumnya ada dua, yang pertama wajib dan yang kedua sunnah. Maka nasehat yang wajib kepada Allah, yaitu perhatian yang sangat dari penasehat dengan cara mengikuti apa-apa yang Allah cintai, berupa pelaksanaan kewajiban dan dengan menjauhi apa-apa yang Allah haramkan. Sedangkan nasehat yang sunnah adalah dengan mendahulukan perbuatan yang dicintai Allah dari pada perbuatan yang dicintai oleh dirinya sendiri, yang demikian itu dalam dua perkara yang berbenturan. Yang pertama untuk kepentingan dirinya sendiri dan yang lain untuk Rabbnya, maka dia memulai mengerjakan sesuatu untuk Rabbnya terlebih dahulu dan mengakhirkan apa-apa yang untuk dirinya sendiri, maka ini adalah penjelasan nasehat kepada Allah secara global, baik yang wajib maupun yang sunnah. Adapun perinciannya akan kami sebutkan sebagiannya agar bisa dipahami dengan lebih jelas. Maka nasehat yang wajib kepada Allah adalah menjauhi laranganNya, dan melaksanakan perintahNya dengan seluruh anggota badannya apa-apa yang mampu ia lakukan, apabila ia tidak mampu melaksanakan kewajibannya karena suatu alasan tertentu seperti sakit atau terhalang dengan sesuatu atau sebab-sebab lainnya, maka ia tetap berniat dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan kewajiban tersebut apabila penghalang tadi telah hilang.
Allah Subhana wa Ta’ala berfirman.
“Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka menasehati kepada Allah dan RasulNya (cinta kepada Allah dan RasulNya). Tidak ada jalan sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [At-Taubah : 91]
Maka Allah menamakan mereka sebagai “Al-Muhsinin” (orang-orang yang berbuat baik) karena perbuatan mereka, berupa nasehat kepada Allah dengan hati-hati mereka yang ikhlas, ketika mereka terhalangi untuk berjihad dengan jiwa raganya, dan dalam kondisi tertentu mungkin bagi seorang hamba dibolehkan meninggalkan amalan-amalan, tetapi tidak dibolehkan meninggalkan nasehat kepada Allah, seperti orang yang sakit yang tidak bisa menggerakkan badannya dan tidak dapat berbicara, tetapi akalnya masih sehat, maka belum hilang kewajiban nasehat kepada Allah dengan hatinya, disertai dengan penyesalan akan dosa-dosanya, dan berniat dengan sungguh-sungguh apabila sehat untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepadanya, dan meninggalkan apa-apa yang Allah larang untuk mengerjakannya, kalau tidak (yaitu tidak ada amalan hati, berupa cinta, takut, dan harap kepada Allah dan niat untuk melaksanakan kewajiban dan meninggalkan laranganNya), maka ia tidak disebut telah menasehati kepada Allah dengan hatinya. Dan termasuk nasehat kepada Allah adalah taat kepada Rasul Nya shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hal yang beliau wajibkan kepada manusia berdasarkan perintah Rabbnya, dan termasuk nasehat yang wajib kepada Allah adalah dengan membenci dan tidak ridha terhadap maksiat orang yang berbuat maksiat dan cinta kepada ketaatan orang yang taat kepada Allah dan RasulNya.
Sedangkan nasehat yang sunnah, bukan yang wajib, adalah dengan berjuang sekuat tenaga untuk lebih mengutamakan Allah dari setiap yang ia cintai dalam hati dan seluruh anggota badan sampai-sampai dari dirinya sendiri, lebih-lebih lagi dari orang lain. Karena seorang penasehat apabila bersunggguh-sungguh kepada siapa yang dicintainya, dia tidak akan mementingkan dirinya, bahkan berupaya keras melakukan hal-hal yang membuat senang dan cinta siapa yang
dicintainya, maka begitu pula penasehat kepada Allah, dan barangsiapa yang melakukan ibadah nafilah untuk Allah tanpa dibarengi dengan kerja keras, maka dia adalah penasehat berdasarkan tingkatan amalnya, tetapi tidak melaksanakan nasehat dengan sebenarnya secara sempurna.” [5]
Syaikh Muhammad Hayat As-Sindi rahimahullah (wafat tahun 1163 H) berkata.
“(Nasehat) kepada Allah adalah agar seorang hamba menjadikan dirinya ikhlas kepada Tuhannya dan meyakini bahwa Dia adalah Ilah Yang Esa dalam uluhiyahNya, dan bersih dari noda syirik, tandingan, dan permisalan, serta apa-apa yang tidak pantas bagiNya.
Dan Dia itu mempunyai sifat segala kesempurnaan yang sesuai dengan keagunganNya, dan seorang muslim harus mengagungkanNya dengan sebesar-besar pengagungan, dan mengamalkan amalan zhahir dan batin yang Allah cintai dan menjauhi apa-apa yang Allah benci, dan dia cinta kepada apa-apa yang dicintai oleh Allah dan benci kepada apa-apa yang Allah benci, dan ia meyakini apa-apa yang Allah jadikan sesuatu itu benar sebagai suatu kebenaran, dan yang batil itu sebagai suatu kebatilan, dan hatinya penuh dengan cinta dan rindu kepadaNya, ia bersyukur akan nikmat-nikmatNya, dan sabar atas bencana yang menimpanya, serta ridha dengan qadlaNya.”[6]
Imam Nawawi dan Ibnu Rajab rahimahumallah menyebutkan bahwa termasuk nasehat kepada Allah adalah dengan berjihad melawan orang-orang yang kufur kepadaNya dan berda’wah mengajak manusia kejalan Allah.[7]
Imam Al-Khaththabi rahimahullah berkata.
“Hakikat kata ‘kepada Allah’ sesungguhnya kembali kepada hamba itu sendiri dalam nasehatnya kepada diri sendiri, karena Allah Ta’ala tidak butuh akan nasehatnya penasehat.”[8]
[Disalin dari buku Fikih Nasehat, Penyusun Fariq Bin Gasim Anuz, Cetakan Pertama, Sya’ban 1420H/November 1999. Penerbit Pustaka Azzam Jakarta. PO BOX 7819 CC JKTM]
________
Foot Note.
[1]. Lihat Lisanul Arab, juz 14, bagian kata “Nashaha”
[2]. Jami’ul Ulum wal Hikam, Juz 1 hal. 219
[3]. Syarah Shahih Muslim, Juz 2, hal. 33
[4]. Lihat Syarah Shahih Muslim, Juz 2 hal. 33 dan Syarah Al-Arba’in An-Nawawiyah, oleh Ibnu Daqiq Al-‘Ied hal. 32
[5]. Ta’dzimu Qadri As-Shalat, Juz 2, hal. 691-692
[6]. Dalam kitabnya Syarah Al-Arba’in An-Nawawiyah oleh Syaikh Muhammad Hayat As-Sindi rahimahullah, hal. 47-48
[7]. Lihat Jami’ul Ulum wal Hikam, Juz 1 hal.222, dan Syarah Shahih Muslim, Juz 2 hal. 33
[8]. Lihat Syarah Shahih Muslim, Juz 2 hal. 33
Oleh
Al-Ustadz Fariq Bin Gasim Anuz


kaos-motivasi
KAOS MOTIVASI : Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan teori Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah ‘alasan’ yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan ‘semangat’, seperti contoh dalam percakapan “saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi”. Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan kaos motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi.[2] Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya
Kaos Motivasi menjadi suatu kekuatan, tenaga atau daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari (Makmun, 2003). Motivasi seseorang dapat ditimbulkan dan tumbuh berkembang melalui dirinya sendiri-intrinsik dan dari lingkungan-ekstrinsik (Elliot et al., 2000; Sue Howard, 1999). Motivasi intrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri sendiri untuk bertindak tanpa adanya rangsangan dari luar (Elliott, 2000). Motivasi intrinsik akan lebih menguntungkan dan memberikan keajegan dalam belajar. Motivasi ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi yang datang dari luar individu dan tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut (Sue Howard, 1999). Elliott et al. (2000), mencontohkannya dengan nilai, hadiah, dan/atau penghargaan yang digunakan untuk merangsang motivasi seseorang.
Misalnya, dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan daya penggerak yang menjamin terjadinya kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang diinginkan dapat terpenuhi. Dengan demikian motivasi sangat berpengaruh terhadap hasil belajar seseorang. Apabila seseorang tidak mempunyai motivasi untuk belajar, maka orang tersebut tidak akan mencapai hasil belajar yang optimal. Untuk dapat belajar dengan baik di perlukan proses dan motivasi yang baik, memberikan motivasi kepada pembelajar, berarti menggerakkan seseorang agar ia mau atau ingin melakukan sesuatu.
Teori motivasi kontemporer
Teori motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan
Teori motivasi kontemporer mencakup:
Teori kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:
kebutuhan berprestasi: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
kebutuhan berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
Teori evaluasi kognitif
Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan.[6] Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.
Teori penentuan tujuan
Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan.

Baca juga disini KAOS MOTIVASI

Teori penguatan
Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
Teori Keadilan
Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.
Teori harapan
Teori harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.
Area motivasi manusia
Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cinta, seks, dan pencapaian.[10] Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal. disamping itu terdapat pula fsktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri.
Dari uraian diatas kami sengaja membuat KAOS MOTIVASI   agar orang lain yang membaca tulisan di kaos tersebut tergerak motivasinya untuk bangkit menggapai masa depan.
Sumber Wiki dan Ghirah

Sponsor